15 Desember 2008

CARA MENGEMBANGKAN PEREKONOMIAN NASIONAL

| No comment

BAGAIMANA CARA MENGEMBANGKAN PEREKONOMIAN INDONESIA

 

Dalam pokok masalah yang akan penulis sampaikan dari masalah ini, penulis akan mencoba untuk memberikan beberapa hal tentang perekonomian dari kenyataan perekonomian yang terjadi sampai saat ini di Indonesia. Penulis akan memberikan beberapa hal yang bersangkutan tentang perekonomian ini berdasarkan atas beberapa sumber terpercaya maupun pengetahuan dan pendapat dari penulis yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan data sebagai berikut:

 

Indonesia

Perekonomian Indonesia Tergolong Kurang Bebas

 

Jakarta, Kompas - Perekonomian Indonesia tergolong perekonomian yang kurang bebas, menurut indeks kebebasan atau kemerdekaan ekonomi (Index of Economic Freedom) tahun 2005 yang diluncurkan The Heritage Foundation/Wall Street Journal belum lama ini. Dari 161 negara, Indonesia berada di urutan 121, dengan angka indeks 3,54.

 

Meskipun tergolong kurang bebas, tingkat kebebasan ekonomi Indonesia pada laporan 2005 ini lebih baik dibandingkan pada laporan tahun sebelumnya. Bahkan, Indonesia berada di urutan keenam dari 10 negara yang membuat perbaikan paling tajam dibandingkan sebelumnya, dengan kenaikan indeks sebesar 0,22.

 

Indeks kemerdekaan atau kebebasan ekonomi ini mengukur tingkat kebebasan menyangkut 50 variabel independen, yang dikelompokkan lagi menjadi 10 faktor yang lebih luas. Kesepuluh faktor tersebut adalah kebijakan perdagangan, beban fiskal pemerintah, intervensi pemerintah dalam perekonomian, kebijakan moneter, arus modal

 

 

dan investasi asing, perbankan dan keuangan, upah dan harga, hak milik, regulasi, serta aktivitas pasar informal.

 

Angka indeks terbesar adalah 5, dan terkecil 1. Semakin kecil angka indeks, semakin besar tingkat kemerdekaan ekonomi. Semakin besar campur tangan pemerintah, semakin besar angka indeks. Perekonomian dengan indeks antara 1 hingga 2 dikelompokkan sebagai perekonomian paling bebas.

 

Indeks sekitar 3, menunjukkan perekonomian termasuk kurang bebas. Indeks sekitar 4 mengindikasikan perekonomian itu diregulasi terlalu berlebihan oleh pemerintah, sehingga untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkesinambungan, perlu reformasi ekonomi yang signifikan. Sementara skor lima menunjukkan perekonomian negara itu benar-benar tertindas oleh pemerintahnya sendiri.

 

Sebanyak 86 negara menunjukkan indeks lebih baik dibandingkan tahun lalu, sebanyak 57 memburuk, dan 12 negara lainnya tidak berubah dari tahun sebelumnya. Dari 161 negara itu, 17 negara perekonomiannya termasuk "merdeka". Sementara, 56 negara tergolong "umumnya merdeka", 70 negara "umumnya tidak merdeka", dan 12 negara "tertindas".

 

Untuk Indonesia, perincian skor untuk 10 faktor adalah, untuk kebijakan perdagangan (2,0), beban fiskal pemerintah (3,4), intervensi pemerintah (3,5), kebijakan moneter (3,0), investasi asing (4,0), perbankan dan keuangan (4,0), upah dan harga (3,0), hak milik (4,0), regulasi (4,0), pasar informal (4,5).

 

Urutan 10 perekonomian paling merdeka adalah Hongkong, Singapura, Luksemburg, Estonia, Irlandia, Selandia Baru, Inggris, Denmark, Islandia, dan Australia. AS di urutan 12, Taiwan 27, Jepang 39, Korsel 45, Malaysia 70, Thailand 71, Filipina 90, China 112, dan Vietnam 137.

 

Indonesia belum pulih dari Krisis

Melemahnya nilai tukar rupiah dan gejolak indeks harga saham gabungan pada awal Agustus lalu kembali memunculkan kekhawatiran publik akan terjadinya krisis ekonomi. Kekhawatiran menguat karena fondasi perekonomian kita belum sepenuhnya pulih dari krisis yang menerpa sepuluh tahun yang lalu. Angka inflasi pun dapat ditekan di bawah dua digit. Saat ini besarnya 6,06 persen. Pencapaian ini jauh membaik dibandingkan dengan inflasi pada tahun-tahun awal krisis yang pernah menyentuh 77,63 persen pada 1998.

 

Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sekarang berada di kisaran Rp 9.000 juga lebih baik ketimbang pada 1998 yang pernah anjlok sampai Rp 16.700. Dari segi cadangan devisa, juga sudah pada posisi yang cukup aman. Akan tetapi, upaya pemulihan dalam rentang waktu sepuluh tahun ternyata belum cukup meyakinkan publik bahwa Indonesia telah benar-benar keluar dari krisis. Gambaran ini terangkum dari hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada 1-2 Agustus lalu. Mayoritas responden (88,4 persen) menyatakan Indonesia belum keluar dari krisis, sedangkan tiga dari empat responden khawatir kita akan mengalami krisis yang lebih parah. Selain akibat nilai tukar rupiah dan pergerakan saham yang mulai bergejolak, kekhawatiran tersebut berakar dari semakin memburuknya kondisi yang sehari-hari dihadapi masyarakat, terutama menyangkut kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Separuh responden (55,9 persen) menganggap upaya pemerintah dalam menstabilkan harga kebutuhan pokok semakin buruk. Tak heran, sejak awal tahun ini masyarakat sangat dipusingkan oleh kenaikan harga beras, minyak goreng, dan susu. Kenaikan harga-harga menyebabkan kehidupan masyarakat bertambah berat akibat pengeluaran semakin bertambah, sementara penghasilan cenderung tidak berubah. Hanya kelompok rumah tangga dengan penghasilan di atas Rp 7,5 juta per bulan yang menyatakan penghasilannya ada peningkatan. Sebagian besar responden (71,4 persen) mengaku dibandingkan dengan masa awal krisis ekonomi, saat ini pengeluaran rumah tangga mereka semakin meningkat.

 

Kondisi krisis paling nyata dirasakan kelompok responden yang berpenghasilan rendah, yakni kurang dari Rp 1 juta per bulan. Senada dengan masalah harga, hal lain yang dianggap responden tidak membaik adalah upaya pemerintah dalam membenahi persoalan perburuhan, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi jumlah penduduk miskin. Masalah-masalah ini setali tiga uang.

 

Di tengah sulitnya menarik investor baru, baik lokal maupun asing, investor yang sudah ada bahkan ingin hengkang dari negeri ini karena berbagai sebab. Kondisi ini mengancam terjadinya pemutusan hubungan kerja, menciptakan penganggur baru, dan berpotensi menambah angka kemiskinan. Kasus terbaru mengenai ini adalah keinginan prinsipal asing pemegang merek Nike untuk menghentikan pemesanan sepatu dari PT Hardaya Aneka Shoes Industry dan PT Nagasakti Paramashoes Industry yang terkait dengan nasib sekitar 14.000 buruh. Meski demikian, publik menilai masih terdapat upaya pemerintah yang berhasil. Sepertiga responden (33,5 persen) menyatakan kinerja perbankan semakin baik. Hal ini bisa dilihat dari upaya bank sentral dalam menurunkan tingkat suku bunga untuk mengimbangi penurunan inflasi dan menjalankan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit perbankan. Sayangnya, upaya pemerintah ini masih belum mampu menggeliatkan sektor riil seperti yang diharapkan. Iklim dunia usaha dan sistem birokrasi yang terkait dengan perizinan usaha masih dianggap kurang mendukung.


Kebijakan Pemerintah Untuk Menyelamatkan Perekonomian Nasional

Krisis perekonomian Indonesia merupakan dampak dari krisis yang melanda Asia pada tahun 1997-an dan tidak ada satu negarapun yang menginginkan krisis itu terjadi. Krisis perekonomian Indonesia yang mencapai puncaknya pada tahun 1997-1998 itu, telah melahirkan perdebatan publik, khususnya mengenai pilihan kebijakan (policy response) yang diambil Pemerintah waktu itu. Penyaluran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan pilihan kebijakan yang paling banyak disorot – bahkan

 

dilakukan penyelidikan oleh Panitia Kerja (Panja BLBI) Komisi IX DPR RI dan ditindaklanjuti dengan audit investigasi oleh BPK RI - karena menyangkut aliran dana yang sangat besar dan sangat berpengaruh bagi pengelolaan keuangan negara pasca krisis. Oleh karena itu, untuk mendudukkan pokok persoalan BLBI secara proporsional, faktual dan jernih, diperlukan tinjauan yang objektif dan komprehensif dalam konteks manajemen krisis waktu itu maupun penyelesaiannya di masa datang.

 

Evaluasi kemanfaatan usaha kecil berbasis modal ventura terhadap pengembangan ekonomi lokal.

Pengembangan ekonomi lokal menjadi importing dalam proses desentralisasi dewasa ini Konsep pengembangan ekonomi lokal pada dasarnya menekankan pada pembelajaran potensi potensi lokal baik itu sumber daya alam, sumber daya manusia, kelembagaan dan sebagainya oleh masyarakat lokal untuk kesjahteraan lokal juga Namun konsep ini pun tidak menutup terhadap kemungkinan masyarakat lokal untuk berinteraksi dengan luar lokalnya

Salah satu inisiator dalam pengembangan ekonomi lokal adalah usaha kecil. Fenomena usaha kecil yang ada di Indonesia pada umumnya adalah sulit untuk berkembang karena berbagai kendala internal dan eksternaL Salah satu kendala internal usaha kedl adalah keterbatasan akses terhadap modal dan informasi. Atau dasar hal inilah pemerintali telah menggulirkan berbagai program yang ditujukan untuk mengatasi kendala internal usaha keciL Salah satu langkah yang ditempuh pemerintah adalah program kemitraan usaha kecil dengan usaha menengah besar.

 

Kesimpulan

Indonesia merupakan  suatu negara yang sangat istimewa, karena memiliki banyak keanekaragaman di dalamnya, memiliki beribu pulau, bermacam suku, bahasa daerah, dan sangat banyak yang lainnya yang sangat berbeda dari negara yang lain, kenyataan ini berbanding terbalik dengan Korea. Tetapi apakah suatu kelebihan merupakan suatu kelemahan dalan suatu hal?”. penulis menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi kekurangan yang perlu di perhatikan dalam mengembangkan perekonomian yang baik, dengan beberapa contoh misalnya;

Karena kurangnya pengetahuan lebih tepat tentang ekonomi itu sendiri,

Investasi dan kinerja ekonomi yang lemah,

Pengetahuan terhadap globalisai kurang memperhatikan,

Kurangnya Angkatan kerja terdidik dan terampil,System inivasi, Infrastruktur informasi.

Sehingga semua factor ini bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara langsung. Dan factor yang sangat mempengaruhi dan sebagai factor kunci pertumbuhan dan kekuatan ekonomi adalah PENDIDIKAN dan SUMBER DAYA MANUSIA.

 

Rincian :

 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0501/08/ekonomi/1486781.htm

 http://www.kapetbiak.com/modules.php?name=News&file=article&sid=71

http://www.bi.go.id/web/id/Info+Penting/BLBI/BLBI-Utama.htm

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpl-gdl-s1-2003-   titamartia-21&q=Hidup

 http://www.kompas.com/kompas-cetak/0501/08/ekonomi/1486781.htm

by Muhadi

Tags :

Tidak ada komentar: