15 Desember 2008

Apresiasi Film Korea di Masyarakat Yogyakarta

| No comment


“Apresiasi Film Korea di Masyarakat Yogyakarta"  

Dalam seminar Apresiasi Film Korea yang dilaksanakan di Fakultas Ilmu Budaya UGM, telah mengulas banyak tentang film Korea yang sangat membantu penulis dalam hal menambah pengetahuan penulis tentang film Korea. Adapun beberapa judul makalah yang disampaikan dalam seminar tersebut, “Hallyu ‘Gelombang Korea’ di Asia dan Indonesia: Trend Merebaknya Budaya Pop Korea” ( Karya Suray Agung Nugroho, M.A.), “ Perfilman Korea Selatan dalam Satu Dekade Terakhir: Refleksi untuk Film Indonesia ( Karya Suray Agung Nugroho, M.A., Dosen Staf Pengajar Prodi III Jurusan Bahasa Korea, FIB UGM), dan “ Menerka-nerka Korea: Melacak Jejak Indentitas Budaya Dalam Sinema Korea Kontemporer” ( Karya Budi Irawanto, Pengajar Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIPOL UGM ).

Dari seminar yang telah yang dilaksanakan tersebut sangat banyak membantu penulis dalam mengetahui segala sesuatu tentang Korea, dan hal utama yang ditekankan disini adalah tentang Korea Selatan. Melalui media perfilman, disini masyarakat Korea Selatan itu sendiri mencoba untuk mengenalkan kebudayaan mereka lewat film-film atau sinema yang di buat dari warga Korea itu sendiri.

Sehingga berkenaan dengan hal ini, film Korea sangat menarik perhatian penulis terhadap apa yang ingin warga Korea sampaikan kepada para penontonnya. Sehingga penulis pun menarik berbagai kesimpulan dari berbagai film korea yang telah penulis tonton dan pengetahuan yang telah penulis dapatkan dari seminar Film Korea yang sudah terlaksana dengan baik pada 19 April yang lalu.

Sinema- sinema Korea merupakan salah satu media untuk belajar budaya Korea. Dalam suatu film misalnya, memberikan suatu gambaran yang tidak begitu jauh sehingga bisa mencerminkan kenyataan kehidupan sehari-hari masyarakatnya.

Hallyu, istilah buatan yang bermakna pengaruh budaya modern Korea di Negara-negara lain, yang mulai merebak di beberapa negara di Asia, termasuk Indonesia. Sehingga para sineas Indonesia pun tidak luput dari pengaruh budaya Korea ini. Tidak banyak yang menyangka bahwa Korea akan berhasil ‘mengekspor’ budaya popnya sebegitu besar dan gencar seperti halnya yang terjadi dengan budaya pop Jepang yang lebih dulu menyerbu Asia pada era 90-an.

Sedangkan situasi budaya pop Korea di negerinya sendiri, setelah terlepasnya dari pendudukan Jepang hampir 50 tahun, pemerintrah Korea menerapkan larangan masuknya budaya Jepang. Impor musik dan film apapun yang berbau budaya Jepang sangat lama mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan masih adanya rasa sentimen atas penjajahan Jepang selama 35 tahun pada awal abad ke-20.

Namun, tahun 1998 pemerintah Korea Selatan mencabut larangan itu dan mulailah budaya pop Korea Korea dalam hal musik, film, fashion dan lain sebagainya mulai terpengaruh dengan budaya Jepang lagi.

Tetapi apa yang mulai disukai para remaja  Korea itu adalah suatu masalah yang banyak dibenci oleh kaum tua yang masih teringat pahitnya larangan untuk menggunakan bahasa Korea dan hal-hal yang berbau Korea saat pendudukan Jepang di Korea dulu.

Namun terlepas dari semua itu, masuknya budaya Jepang dengan kebebasannya sedikit banyak juga telah mewarnai perubahan budaya pop Korea dalam hal Musik dan Film. Sehingga seperti pada saat ini, melalui kerja keras dan perjuangan yang besar, sehingga terbentuklah suatu fenomena Hallyu dalam perfilman Korea.

 

Perfilman Korea dalam satu dekade terakhir ini dikatakan berhasil, setelah melihat ‘keberhasilannya’ dalam mengekspor budayanya ke negara kita. Melalui berbagai tema cerita film yang mulai berani dan beragam, membuat film Korea tetap berhasil menarik perhatian penonton domestik dan bisa bersaing dengan film produksi negara lain.

Dari tahun 2000 sampai tahun 2008 ini perfilman Korea telah menuai banyak kemajuan baik dilihat dari segi jumlah penonton domestic dan segi pembuatan film itu sendiri. Dengan didanai anggaran yang semakin besar setiap tahunnya, film-film Korea seakan tidak mau ketinggalan dalam memanfaatkan teknologi untuk memajukan industri perfilmannya.

Dan semua hal ini juga tidak lepas dari peran pemerintah Korea, Masyarakat Korea Sendiri, serta media massa. Sangat berbeda dengan Indonesia. Disini, pemerintah Korea sangat menaruh perhatian dengan filmnya, terlepas dari pro dan kontra yang ada, pemerintah menjembatani kepentingan produk film dengan penikmatnya. Dengan adanya lembaga semacam KOFIC ( Korean Film Council), industry film Korea bisa berkembang karena dewan ini didukung penuh oleh pemerintah dibawah Menteri Budaya dan Pariwisata untuk meningkatkan mutu film Korea dan mempromosikan film Korea.

Dalam hal tentang perfilman Korea ini sebenarnya begitu banyak memberikan pengetahuan kepada kita ataupun pelajaran untuk perfilman negara kita. Terutama mengenali budaya Korea, inilah Korea, dan ini Hasil karyanya.

 

Bahan Bacaan

Hallyu ‘Gelombang Korea’ di Asia dan Indonesia: Trend Merebaknya Budaya Pop Korea” ( Karya Suray Agung Nugroho, M.A.),

“ Perfilman Korea Selatan dalam Satu Dekade Terakhir: Refleksi untuk Film Indonesia ( Karya Suray Agung Nugroho, M.A., Dosen Staf Pengajar Prodi III Jurusan Bahasa Korea, FIB UGM), dan

“ Menerka-nerka Korea: Melacak Jejak Indentitas Budaya Dalam Sinema Korea Kontemporer” ( Karya Budi Irawanto, Pengajar Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIPOL UGM )


keterangan:

Tulisan diatas merupakan sebuah RINGKASAN dari “Seminar Apresiasi Film Korea di Masyarakat Yogyakarta” yang dilaksanakan pada hari Sabtu, 19 April 2008 di Auditorium FIB UGM.

 MUHADI

Tujuannya semata hanya untuk berbagi ilmu pengetahuan.

Tags :

Tidak ada komentar: